TERCEBUR tak sengaja, lalu kemudian menyelam. Namun akhirnya bisa sampai di puncak karier. Pengakuan mengejutkan itu diungkap Pak Hendrisman Rahim kepada saya, dalam sebuah perbincangan di sebuah sore, pada Desember lalu.
Seperti kebanyakan pelaku industri asuransi, dia pun mengaku tak sengaja tercebur untuk bergelut di dunia asuransi 30 tahun silam. Namun, setelah dia menyelaminya dia kini berada di posisinya sebagai Direktur Utama Asuransi Jiwasraya dan Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI).
"Bekerja dengan hati dan selalu belajar," begitu dia mengungkap rahasia suksesnya.
Banyak pelajaran lain yang bisa saya petik dari beliau. Itulah yang melecut saya untuk bekerja dengan sungguh di profesi saya di dua dunia, sebagai jurnalis dan pemasar produk asuransi.
Selain menjadi Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Hendrisman Rahim adalah Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya. Kepemimpinannya di AAJI memasuki periode kedua untuk masa jabatan 2014-2017.
Dia menilai, tantangan sekaligus peluang pelaku industri asuransi di Indonesia sangat besar. Dari total penduduk Indonesia yang sekitar 253 juta jiwa, diperkirakan baru 5% yang sudah memiliki asuransi. Jumlah ini tentu sangat minim jika dibandingkan negara Asia lain seperti Jepang dengan angka kepemilikan polis asuransi mencapai 350% dari jumlah penduduk.
“Karena itu banyak perusahaan asuransi asing datang ke sini. Pasar kita masih sangat luas,” ujarnya.
Menurut ayah satu anak ini, luasnya pasar yang masih bisa digarap menjadi tantangan baik bagi para pelaku industri maupun regulator agar lebih memasyarakatkan asuransi di Indonesia.
“Padahal, risiko hidup kita sangat tinggi sehingga membutuhkan proteksi,” jelas Hendrisman.
Untuk itu, melalui AAJI, ia ingin turut berkontribusi untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya asuransi.
Meski kini berada di puncak karier, Hendrisman mengakui bahwa ketertarikannya kepada dunia asuransi adalah karena faktor ketidaksengajaan.
“Kebanyak seperti orang lain, saya tercebur ke asuransi,” ujar pria lulusan Matematika Universitas Indonesia (UI) itu.
Setamat kuiliah, Hendrisman mengaku hanya ingin mencari pekerjaan yang bersifat hitung-hitungan untuk memanfaatkan ilmu matematika yang digelutinya.
“Setelah saya lihat di asuransi itu ada profesi aktuaria. Nah akhirnya dari situ saya masuk asuransi,” katanya.
Terhitung sejak 1984, Hendrisman malang melintang di dunia asuransi hingga kemudian mencapai puncak kariernya sekarang. Mantan Direktur Utama PT Reasuransi Internasional Indonesia (Reindo) itu mengaku bernasib baik saat memilik profesi aktuaria itu.
Menurutnya, rahasia susksesnya hanya dua, yaitu bekerja dengan hati dan terus belajar.
“Kita harus bekerja dengan hati, karena asuransi adalah pekerjaan melayani. Terus belajar karena dunia asuransi itu terus berkembang,” katanya.
Berikut wawancara lengkap saya dengan Hendrisman yang dimuat di Harian Nasional, edisi Minggu (11/1)...
Saya dan Pak Hendrisman di kantor PT Jiwasraya.
Anda menjabat Ketua AAJI sejak terpilih pada 2011, apa saja yang sudah dilakukan selama dua periode kepemimpinan?
Selama menjabat, perkembangan industri asuransi jiwa setiap tahun mengalami perkembangan yang cukup baik, terbukti sampai saat ini kembali mencatatkan pertumbuhan positif, ditengah perlambatan ekonomi Indonesia dan sikap wait and see investor terhadap hasil pemilihan presiden lndonesia.
Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan kepercayaan masyarakat mengenai pentingnya asuransi jiwa sebagai perlindungan jangka panjang.
Selain itu setiap tahun secara rutin AAJI menyelenggarakan acara Top Agent Awards yaitu pemberian penghargaan kepada agen terbaik. Mengadakan kerjasama dengan negara ASEAN, melakukan training (bekerjasama dengan OLIS Jepang dan FALlA), workshop (Swiss Re, Munich Re, Hanovere, dll) dan melakukan kerjasama dengan lnfovesta. Aset Managemen dll. Juga mengadakan sosialisasi dalam bidang aktuaria, underwriting, investasi.
Program yang sangat menggembirakan yaitu pada saat kami menurunkan biaya iuran sertifikasi keagenan, membuka pusat-pusat ujian di berbagai kota sampai ke kota kabupaten untuk memudahkan agen ikut ujian, serta membuka jadwal ujian yang lebih variatif.
Program kerja yang paling berkesan buat Anda?
Program yang sangat menggembirakan yaitu pada saat kami menurunkan biaya iuran sertifikasi keagenan, membuka pusat-pusat ujian di berbagai kota sampai ke kota kabupaten untuk memudahkan agen ikut ujian, serta membuka jadwal ujian yang lebih variatif.
Sosialisasi dan edukasi tentang asuransi jiwa melalui berbagai media, termasuk televise bersama dengan anggota industry dan regulator (OJK).
Bagaimana cara AAJI untuk terus menggenjot kesadaran masyarakat agar sadar berasuransi?
Hasil survey nasional Literasi Keuangan yang dilakukan OJK pada 2013 menunjukkan bahwa baru 17,84 persen atau hanya sekitar 18 dari setiap 100 penduduk lndonesia yang sudah mengerti manfaat asuransi dengan baik (well Literated).
Dan hanya sekitar 12 dari setiap 100 penduduk Indonesia, yang menggunakan produk dan jasa perasuransian atau 11,81 persen.
Rendahnya penetrasi asuransi di lndonesia mencerminkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami pentingnya asuransi bagi kehidupan dan juga perencanaan keuangan mereka. Ini sangat disayangkan mengingat jumlah penduduk lndonesia yang sangat besar.
Jumlah penduduk Indonesia mencapai 240 juta jiwa, merupakan pasar yang potensial bagi industry asuransi. Apalagi pertumbuhan kelas menengah di lndonesia terbilang besar,mencapai 8 persen per tahun.
Saat ini, jumlah kelas menengah di lndonesia mencapai 5S juta orang dan akan mencapai puncaknya pada 25 tahun ke depan.
Dengan rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia butuh strategi khusus yang perlu dikembangkan untuk mengenalkan pentingnya asuransi kepada masyarakat indonesia. Atas dasar itu, AAJI berkomitmen terus melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat bersama OJK.
Bagaimana AAJI menyikapi program jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?
Bagaimana mengatasi hambatan yang menjembatani antara asuransi kesehatan komersial dengan BPJS Kesehatan?
Industri asuransi jiwa Indonesia terus mendukung kebijakan pemerintah, salah satunya terkait program Jaminan Kesehatan Nasiona (JKN).
Untuk itu, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) intensif berkomunikasi dengan BPJSK dan badan penyelenggara JKN sejak akhir tahun 2013 dengan menggandeng Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI).
JKN akan berdampak positif kepada masyarakat lndonesia dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia.
BPJSK tidak akan memengaruhi pendapatan premi asuransi jiwa.
BPJS semestinya memberikan ruang bagi industry asuransi terutama di kalangan menegah ke atas. Program BPJS sangat bagus untuk memberikan asuransi ke semua lapisan masyarakat, sehingga ke depan jika seseorang sudah naik kelas, maka orang tersebut akan lebih paham mengenai asuransi terkait kesejahteraan masyarakat.
Terhitung sejak April sampai Juni 2014 terdapat 38 perusahaan asuransi komersial yang menandatangani perjanjian kerjasama Coordination of Benefit (COB), kenapa skema itu tidak dilaksanakan? Apa pengaruhnya kepada nasabah? Kenapa harus menunggu 2019 untuk menerapkan COB?
Sebelum CoB dapat diimplementasikan sepenuhnya, BPJSK secara sepihak mengeluarkan draft addendum PKS CoB pada bulan Oktober yang lalu.
Data AAJI mencatat beberapa hal yang menjadikan CoB sulit diimplementasikan.
Ini mulai proses pendaftaran peserta dan pembayaran iuran BPJSK harus dilakukan badan usaha secara langsung kepada BPJSK dari sebelumnya ada pilihan untuk dilakukan melalui asuransi komersial (Satu pintu). Keterbatasan jumlah non fasilitas kesehatan BPJSK yang dapat menerima peserta CoB menjadi 16 rumah sakit dari sebelumnya sejumlah 20 rumah sakit padahal sebelumnya AAJI telah mengusulkan sebanyak sekitar 120O Rumah Sakit di seluruh Indonesia.
Kendala lainnya adalah kualitas layanan fasilitas kesehatan primer (rawat jalan tingkat pertama, yang belum memadai dan penyebarannya belum merata.
Selain itu, ada penghapusan manfaat CoB untuk rawat jalan tingkat lanjut di poli eksekutif, tidak diberlakukan CoB untuk asuransi individu dan prosedur rawat jalan tingkat laniutan non fasilitas kesehatan BPJSK yang dapat menerima peserta CoB, yaitu prosedur berjenjang hanya dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan primer BPJSK serta keharusan untuk naik kelas kamar perawatan.
Mengacu pada butir-butir di atas, mengakibatkan sangat kecil kemungkinan terjadinya sharing risiko sehingga penurunan premi yang diharapkan badan usaha tidak dapat teriadi, malah potensi ekonomi biaya tinggi semakin besar.
Untuk mendukung realisasi peta jalan JKN, maka kami industri asuransi jiwa Indonesia mengusulkan seperti penyempurnaan petunjuk teknis CoB yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, dengan ruang lingkup skema CoB yang terdiri dari, proses pendaftaran peserta BPJSK dapat dllakukann badan usaha melalui asuransi komersial.
Seluruh tipe RS dapat digunakan sebagai fasilitas kesehatan CoB, prosedur berjenjang di non fasilitas kesehatan BPJSK dapat diakomsdasi dan skema CoB mencakup peserta individu.
Revisi batas waktu pendaftaran peserta dikembalikan pada Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Pasal 6 ayat 2, yaitu tahap 2 adalah Januari 2019.
Perekrutan tenaga pemasar (agen) di akhir 2015 capai 500.000 bagaimana strateginya?
Kami memberlakukan sertifikasi keagenan. Agen yang sudah mengikuti ujian sentifikasi diharapkan dapat memahami dan mengerti benar profesi agen, produk, pengetahuan, dan etika profesi agen.
Semakin banyak agen ikut ujian sertifikasi, semakin banyak agen yang telah mempelaiari pengetahuan dan etika tentang asuransi. Kami menurunkan biaya ujian sertifikasi keagenan, membuka pusat-pusat di berbagai kota sampai ke kota kabupaten untuk memudahkan agen ikut ujian, serta membuka jadwal ujian yang lebih variatif.
Perlu ditanamkan bahwa agen asuransi merupakan profesi menjanjikan.
Mereka mempunyai tugas mulia, menawarkan produk dan jasa yang dibutuhkan sepanjang masa, dari kelahiran hingga pada akhir kehidupan manusia.
EmoticonEmoticon