Orang Indonesia Belum Sadar Pentingnya Asuransi?

Rendahnya kesadaran orang Indonesia berasuransi

BANYAK orang Indonesia masih belum memandang asuransi sebagai sesuatu yang penting dalam perencanaan kehidupan. Rendahnya akses informasi dan sikap acuh bisa disebut sebagai penyebab rendahnya jangkauan asuransi terhadap masyarakat. 

Hasil Survei Nasional Literasi Keuangan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2013 menunjukan bahwa baru 17,84 persen, atau hanya sekitar 18 dari setiap 100 penduduk Indonesia, yang sudah mengerti manfaat asuransi dengan baik (well literate) dan hanya sekitar 12 dari setiap 100 penduduk Indonesia yang menggunakan produk dan jasa perasuransian atau 11,81 persen.

Dari jumlah itu bisa disimpulkan bahwa hanya ada dua dari sepuluh orang yang faham manfaat asuransi, sementara hanya ada satu orang yang baru terproteksi asuransi dari sepuluh orang.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan tingkat penetrasi asuransi di Indonesia masih rendah disebabkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap produk asuransi masih amat kurang.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad menyatakan bahwa penetrasi asuransi hingga Desember 2014 baru mencapai 2,14 persen. Ini jauh tertinggal dibanding Malaysia dan Thailand yang masing-masing sudah mencapai 4,9 persen dan 4,7 persen.

Apalagi jika dibandingkan dengan Singapura, penetrasi Indonesia memang jauh tertinggal. Di Singapura, penetrasi asuransi sudah mencapai 6,3 persen. Sementara itu, penetrasi asuransi di kawasan Uni Eropa telah menginjak 7,8 persen.

Fakta itu tentu terasa sangat miris. Pasalnya, Indonesia adalah salah satu negara berkembang dengan tingkat risiko kehidupan yang tinggi. Bencana alam yang sering terjadi, angka kecelakaan lalu lintas yang tinggi, dan gaya hidup tidak sehat adalah bukti bahwa seharusnya rakyat Indonesia sadar akan pentingnya melindungi diri dengan asuransi.

Rendahnya kesadaran berasuransi di kalangan masyarakat bawah disebut karena askses informasi mengenai asuransi kurang menjangkau masyarakat yang tinggal di pelosok daerah. Tapi bagaimana dengan masyarakat kelas menengah yang memiliki akses informasi baik?

Kelas menengah merupakan kelompok masyarakat yang membelanjakan uang per harinya dengan kisaran dua dolar AS atau setara dengan Rp22.756 (dengan kurs 1 dolar AS : Rp11.378) hingga 20 dolar AS. Menurut data BPS, populasi jumlah penduduk kelas menengah meningkat pesar dari 37 persen pada 2004 menjadi 56,7 persen dari total penduduk di Indonesia pada 2013.

Namun kelas menengah ini punya karakteristik unik untuk mengalokasikan pendapatannya. Mereka belum terlalu peduli dengan perencanaan keuangan. Yahh namanya juga OKB alias orang kaya baru, jadi maunya menikmati hidup dulu. Uang mereka banyak dihabiskan untuk beli mobil, pelesir ke luar negeri atau keperluan konsumtif lain.

Masih rendahnya kesadaran berasuransi ini, bagi para pelaku industri asuransi dianggap sebagai tantangan. Peluang bisnis asuransi semakin menjanjikan di Indonesia, apalagi dengan pesatnya pertumbuhan golongan berpenghasilan menengah dalam beberapa tahun terakhir.

Kini dengan makin gencarnya edukasi yang diberikan perusahaan asuransi dan pemerintah, harapannya lama kelamaan masyarakat akan muncul suatu kesadaran. Apalagi ditambah dengan perbaikan standar kehidupan masyarakat.

Selain itu, program Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) juga telah andil mempopularkan asuransi di masyarakat. Dengan adanya BPJS, masyarakat di semua lapisan menjadi terbiasa bersentuhan dengan dunia asuransi.

Saya sendiri sebagai agen asuransi Allianz yang swasta, patut bersyukur dengan adanya program BPJS itu. Karena BPJS bisa menjadi gerbang bagi naiknya kebutuhan asuransi. Prinsipnya, masyarakat kurang puas dengan BPJS pasti akan melirik asuransi jiwa swasta yang pelayanannya lebih baik.

Anda sendiri bagaimana? Sudahkan Anda sadar akan manfaat asuransi dan menggunakan produknya? [iaf]

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »